Selasa, 22 November 2011 - 0 komentar

sin

Sahabat, ada luka dihatiku, persis seperti ketika waktu itu saya kehilangan engkau.
Sahabat, engkau yang bilang terlebih dahulu "saya kesepian, maukah kau jadi temanku??"

Hari-hari membaca buku-buku pemberianmu, sangat banyak, bahkan kau bilang semuanya boleh saya miliki kalau saya mau, membuat saya sangat bersemangat.
Sahabat, engkau orang yang sangat baik, dan engkau pasti menolak jika saya bilang seperti ini.
Tapi engkaulah yang pertama kali membuat saya mengerti bagaimana indahnya berbagi, engkau mengajarkan kebaikan di hati saya. Mengajarkan, bagaimana mendoakan kebaikan untuk orang lain. Mengajarkan, nyamannya menutup aurat dengan semestinya.

Sahabat, maaf...
sekali nasehatmu untuk tidak melanjutkan kuliah, tak bisa saya turuti.

Sahabat, kenang-kenangan terakhir sebelum engkau pergi, selalu saya simpan dengan baik. Maaf saya belum bisa membalas semua kebaikanmu.
Sahabat, saya iri, engkau mempunyai hati yang kuat, untuk memilih jalan yang engkau anggap benar.

Sahabat, sudah setahun saya tak pernah mendengar kabarmu lagi.
Tapi saya percaya, suatu hari akan datang sapaan ramahmu, dan engkau akan membuktikan apa yang engkau cita-citakan telah tercapai.

Luka dihati, saya rasakan kembali sekarang, dan hal ini tak bisa lagi saya ceritakan padamu...
tak bisa sembuh dengan cepat, tapi wallahu alam, Qadarullah, seperti yang dulu pernah engkau bilang, Allah selalu bersama hambanya.
Baarakallahu fiikum, terima kasih atas kebaikan-kebaikanmu yang belum sempat saya balas.
Di Jogjakarta, pertama kali saya menyadarimu, karena dunia penuh kesepian.

Sahabat khayalku, SIN, yang sangat menawan tersenyum memakai toganya.
("Kenangan Jogjakarta,  andaikan saya punya sahabat, 26 Mei 2009")

0 komentar:

Posting Komentar